Sunday, 11 March 2018

Kambing Hitam


Hallo-hallo teman-teman. Wah sudah minggu malam nih teman. Siapa yang masih ingin malam ini malam Minggu? Ngaku hayo. Hehehe. Meski masih kebawa liburan, tetep semangat  ya gaes. Sambut Senin dan tugas-tugas dengan senyuman. Eits, jangan lupa siapkan peralatan buat besok dan baca postingan ini yaa. Wkwk
Jadi hari ini aku ada sebuah cerita, pendek sih tapi semoga dapat maksudnya hehe
Cerita dimulai dari Sabtu malam, ketika Si Bapak pulang kerja. Niat hati buka kulkas Si Bapak mau ngambil buah buat ganjal perut sebelum tidur. Dann ketika menscan buah apa yang hendak di makan, Si Bapak dikejutkan dengan beberapa bungkus ciki yang peradarannya sudah di larang di rumah. Ah, dengan agak kaget dan kecewa Si Bapak membiarkan bungkusan ciki itu tetap berada di Kulkas, beliau tetap melanjutkan kegiatan mengambil buah dan memakannya, sekaligus untuk menekan rasa buat ngak menyisihkan ciki tersebut.
Keesokan harinya di pukul 04.00 pagi, dimana Si Bapak membangunkan kedua buah hatinya buat sholat shubuh berjama’ah. Si Bapak menemukan si Kakak yang cerewet berubah menjadi sosok yang agak diam, dan wajah agak pucat dan nafas agak sulit. Namun, si Bapak masih diam dan menyuruh kedua anaknya mengambil wudhu, sedang beliau dan istrinya menunggu di mushola rumah. Setelah sholat Shubuh, kegiatan wajib di rumah tersebut adalah taddarus Al Qur’an. Si Kakak yang biasanya menghabiskan beberapa halaman Al’Qur’an, hari itu hanya membaca dua halaman saja. Sedang si adek dengan kebiasannya masih tetap semangat.
Habis merapikan kembali Mushola dan membuka kelambu-kelambu rumah, bergegaslah si Bapak menuju si Kakak yang tiduran dengan selimut tebalnya. Dan, akhirnya si Bapak pun meluaopkan kekecewaan terhadap dua anak yang masih mengkonsumsi ciki padahal sudah dilarang. Dan pada akhirnya ciki tersebut di tarik peredarannya dari kulkas. Dan kedua anak inipun mencari pembelaan dengan dalih sedikit dan menyalahkan cikinya.  Dua anak inipun terdiam, apalagi Si Ibuk yang juga kena luapan gegara mengizinkan dua anak tadi menikmati cikinya. Padahal faktanya, si Ibuk juga tidak bisa menolak ketika dua anak menyusulnya di kasir dengan membawa satu keranjang ciki. How poor Si Ibu :’(. Meski kecewa si Bapak tak rela membiarkan si Anak sakit, segeralah diambilkan madu dan sari kurma supaya si Kakak lekas sembuh.
Dari cerita di atas gaes, si Anak yang menyalahkan si Ciki. dan kenyataannya apakah si Ciki bersalah? Entah sadar atau tidak, sering banget kita sebagai mahluk sosial menyalahkan orang lain, padahal orang tersebut tidak tau apa-apa. Mencari pembenaran supaya dia selamat dari kemarahan orang lain ataupun supaya tidak dipersalahkan. Kalau disadari, yang salah dan kurang intropeksi adalah diri kita sendiri. Bener ngak? Orang lain sebenarnya hanya alat dari kesalahan yang kita buat.
Entah, apakah ini habit manusia? Jika kita sadari dan mengakui kesalahan kita, yang kita dapatkan banyak. Sikap kehati-hatian yang akan semakin di pupuk dan berjiwa besar dengan mengakui kesalahan. Mungkin hari itu kita di persalahkan, mendapatkan luapan emosi atau bahkan turunnya kekecewaan. Namun, pastinya satu hal “ketenangan hati” akan kita dapatkan.
Bukannya kita juga tidak mau jika dipersalahkan atau menjadi terdakwa dari kesalahan yang bukan kesalahan kita? Kenapa kalau kita tidak mau di perlakukan seperti itu, kita memperlakukan tersebut? Banyak cara untuk membuat kebohongan, tapi semakin banyak keboohongan itu semakin tercium juga aromanya.
Mungkin ketiika kebohongan pada hari itu aman, tetapi masih ingatkah dengan pepatah “semakin jauh tupai melompat, pada akhirnya juga akan jatuh juga” seperti hal nya kebohongan, pasti akan tercium juga. Dan ketika itu terjadi, satu hal kepercayaan akan sulit bangetsss untuk dibangun.
Yok mari, mulaii dengan hal sekecil apapun. Ketika kita tidak mau diperlakukan dengan begitu, janganlah menjadikan orang lain sebagai tumbalmu.
Sekiaaannn~~~~~~~~

0 comments:

Post a Comment