Hallo-hallo teman-teman. Wah
sudah minggu malam nih teman. Siapa yang masih ingin malam ini malam Minggu? Ngaku
hayo. Hehehe. Meski masih kebawa liburan, tetep semangat ya gaes. Sambut Senin dan tugas-tugas dengan
senyuman. Eits, jangan lupa siapkan peralatan buat besok dan baca postingan ini
yaa. Wkwk
Jadi hari ini aku ada sebuah
cerita, pendek sih tapi semoga dapat maksudnya hehe
Cerita dimulai dari Sabtu malam,
ketika Si Bapak pulang kerja. Niat hati buka kulkas Si Bapak mau ngambil buah
buat ganjal perut sebelum tidur. Dann ketika menscan buah apa yang hendak di
makan, Si Bapak dikejutkan dengan beberapa bungkus ciki yang peradarannya sudah
di larang di rumah. Ah, dengan agak kaget dan kecewa Si Bapak membiarkan
bungkusan ciki itu tetap berada di Kulkas, beliau tetap melanjutkan kegiatan
mengambil buah dan memakannya, sekaligus untuk menekan rasa buat ngak
menyisihkan ciki tersebut.
Keesokan harinya di pukul 04.00
pagi, dimana Si Bapak membangunkan kedua buah hatinya buat sholat shubuh
berjama’ah. Si Bapak menemukan si Kakak yang cerewet berubah menjadi sosok yang
agak diam, dan wajah agak pucat dan nafas agak sulit. Namun, si Bapak masih
diam dan menyuruh kedua anaknya mengambil wudhu, sedang beliau dan istrinya
menunggu di mushola rumah. Setelah sholat Shubuh, kegiatan wajib di rumah
tersebut adalah taddarus Al Qur’an. Si Kakak yang biasanya menghabiskan
beberapa halaman Al’Qur’an, hari itu hanya membaca dua halaman saja. Sedang si
adek dengan kebiasannya masih tetap semangat.
Habis merapikan kembali Mushola
dan membuka kelambu-kelambu rumah, bergegaslah si Bapak menuju si Kakak yang
tiduran dengan selimut tebalnya. Dan, akhirnya si Bapak pun meluaopkan
kekecewaan terhadap dua anak yang masih mengkonsumsi ciki padahal sudah
dilarang. Dan pada akhirnya ciki tersebut di tarik peredarannya dari kulkas.
Dan kedua anak inipun mencari pembelaan dengan dalih sedikit dan menyalahkan
cikinya. Dua anak inipun terdiam,
apalagi Si Ibuk yang juga kena luapan gegara mengizinkan dua anak tadi
menikmati cikinya. Padahal faktanya, si Ibuk juga tidak bisa menolak ketika dua
anak menyusulnya di kasir dengan membawa satu keranjang ciki. How poor Si Ibu :’(.
Meski kecewa si Bapak tak rela membiarkan si Anak sakit, segeralah diambilkan
madu dan sari kurma supaya si Kakak lekas sembuh.
Dari cerita di atas gaes, si Anak
yang menyalahkan si Ciki. dan kenyataannya apakah si Ciki bersalah? Entah sadar atau tidak, sering banget kita sebagai
mahluk sosial menyalahkan orang lain, padahal orang tersebut tidak tau apa-apa.
Mencari pembenaran supaya dia selamat dari kemarahan orang lain ataupun supaya
tidak dipersalahkan. Kalau disadari, yang salah dan kurang intropeksi adalah
diri kita sendiri. Bener ngak? Orang lain sebenarnya hanya alat dari kesalahan
yang kita buat.
Entah, apakah ini habit manusia? Jika
kita sadari dan mengakui kesalahan kita, yang kita dapatkan banyak. Sikap
kehati-hatian yang akan semakin di pupuk dan berjiwa besar dengan mengakui
kesalahan. Mungkin hari itu kita di persalahkan, mendapatkan luapan emosi atau
bahkan turunnya kekecewaan. Namun, pastinya satu hal “ketenangan hati” akan
kita dapatkan.
Bukannya kita juga tidak mau jika
dipersalahkan atau menjadi terdakwa dari kesalahan yang bukan kesalahan kita?
Kenapa kalau kita tidak mau di perlakukan seperti itu, kita memperlakukan
tersebut? Banyak cara untuk membuat kebohongan, tapi semakin banyak keboohongan
itu semakin tercium juga aromanya.
Mungkin ketiika kebohongan pada
hari itu aman, tetapi masih ingatkah dengan pepatah “semakin jauh tupai
melompat, pada akhirnya juga akan jatuh juga” seperti hal nya kebohongan, pasti
akan tercium juga. Dan ketika itu terjadi, satu hal kepercayaan akan sulit
bangetsss untuk dibangun.
Yok mari, mulaii dengan hal
sekecil apapun. Ketika kita tidak mau diperlakukan dengan begitu, janganlah
menjadikan orang lain sebagai tumbalmu.
Sekiaaannn~~~~~~~~
0 comments:
Post a Comment